Pembalap-pembalap MotoGP menyatakan keinginan untuk mengurangi jumlah balapan Sprint setiap musimnya, dengan mengacu pada model Formula 1 yang hanya mengadakan beberapa Sprint selama satu musim. Meskipun Sprint Race diakui sebagai hiburan yang bagus bagi penonton, pembalap-pembalap MotoGP menyuarakan keprihatinan terkait tingkat cedera yang meningkat akibat jadwal yang padat.
Salah satu suara utama dalam perdebatan ini adalah juara dunia delapan kali, Marc Marquez, yang mengakui bahwa Sprints memberikan pertunjukan yang bagus, tetapi secara fisik sangat menuntut bagi pembalap. Marquez mengungkapkan bahwa sebagian besar pembalap menginginkan pengurangan setengah dari jumlah balapan Sprint, menjadikannya pengecualian daripada norma.
Pandangan tersebut juga dikuatkan oleh juara dunia 2021, Fabio Quartararo, yang menyatakan bahwa musim ini terasa sulit dan sangat panjang dengan adanya Sprint di setiap balapan. Quartararo mendukung model F1 yang hanya melakukan beberapa Sprint selama musim.
Franco Morbidelli menambahkan argumen dengan menyatakan bahwa jika F1 tidak melibatkan Sprint di setiap Grand Prix, hal ini menunjukkan bahwa ada perluasan yang tidak seimbang dalam MotoGP. Morbidelli menyoroti perbedaan fisik dan risiko yang dihadapi pembalap MotoGP dibandingkan dengan pembalap F1 yang duduk di mobil.
Pandangan terakhir datang dari Luca Marini, yang menyoroti tantangan fisik dan kurangnya waktu pemulihan antara balapan sebagai dampak dari jadwal yang padat. Marini berpendapat bahwa perlu ditemukan solusi yang lebih baik terkait cedera dan keselamatan, serta mencari cara untuk memudahkan pembalap dalam menghadapi jadwal yang intens.
Penting untuk dicatat bahwa pandangan ini mencerminkan opini individu dari sejumlah pembalap, dan preferensi terkait jumlah dan format balapan Sprint dapat bervariasi sesuai dengan pengalaman dan pandangan pribadi mereka. Debat ini mencerminkan perubahan dinamika dalam dunia MotoGP dan upaya untuk mencapai keseimbangan yang optimal antara hiburan dan kesejahteraan pembalap.